Pagi itu kita tiba di terminal Ciboleger, dan di sambut dengan Pak Sarpin & Pak Pulung, yang akan memandu kita sepanjang hari itu.
Kampung Ciboleger terletak di Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten, merupakan pemberhentian wisata untuk menuju ke Kampung Baduy dan merupakan tempat terahir kendaraan diperbolehkan masuk. Berjarak sekitar 120km dari Jakarta.
Saat turun dari Bis Big Bird, masing-masing kita dikalungkan scarf tenun Baduy oleh salah seorang perempuan Baduy yang cantik.
Masyarakat Suku Baduy, terkenal dengan budaya dan keseharian yang dekat dengan alam, menerima alam apa adanya. Yang menjadikan Masyarakan Baduy sebagai salah satu simbol kesederhanaan dan kejujuran.
Mudah-mudahan jalan kreatif ini dapat menambah ilmu dan wawasan kita.
Jalan kreatif kali ini, akan melewati 4 kampung, yaitu Kampung Kadu Ketuk, Kampung Balimbing, Kampung Gajeboh & Kampung Marengo.
Trek dengan berjalan kaki dimulai dengan memasuki Kampung Kadu Ketuk, dimana seluruh wisatawan di minta untuk mendaftarkan diri. Di kampung ini terdapat beberapa rumah asli Baduy, Tugu Kampung Baduy & Rumah Pengrajin Tenun Baduy yang ada di kiri dan kanan jalan masuk.
Awalnya Kampung Kaduketuk ini, dibuat khusus untuk kepala kampung. Tapi seiring dgn berjalannya waktu, banyak penduduk yang tinggal di sana
Setelah ucapan selamat datang dari petugas perangkat desa, dan kami melakukan pendaftaran, perjalanan kami lanjutkan menuju Kampung Balimbing.
Kita berjalan menyusuri kebun dan hutan, naik turun bukit, melihat kebun Suku Baduy Luar, yang dipergunakan untuk mencukupkan kebutuhan sehari-hari mereka. Kita juga akan melihat rumah-rumah Suku Baduy.
Rumah adat Baduy memilki gaya bangunan seperti rumah panggung, yang menggunakan material bambu, yang merupakan simbol kesederhanaan dari masyarakatnya.
Adapun keutamaan yang dari bangunan rumah ini adalah fungsi perlindungan dan kenyamanan. Selain itu semangat kekeluargaan di suku Baduy masih sangat kental, sehingga dalam proses pembangunan rumah adat Baduy melibatkan warga sekitar dengan cara gotong royong.
Medan perjalanan di rasa sukup menantang bagi kami para ibu-ibu, walaupun sebetulnya, trek tersebut adalah jalan kampung yang biasa dilalui masyarakat setempat.
Setelah sekitar 1.5 jam berjalan santai naik turun bukit, selanjutnya, kita masuk ke Kampung Marengo, di sini kita berkunjung ke rumah Ambu Misnah, yang menjelaskan dan berbagi ilmu kepada kita tentang motif dan ragam hias tenun Baduy.
Ambu Misnah, juga merupakan salah salah satu penggrerak tenun Baduy. Pengetahuan dan ketrampilannya untuk tenun Baduy sangat mumpuni.
Setelah kita mendengar sharing ilmu dari Ambu Misnah dan membeli beberapa kain Baduy untuk oleh-oleh, saatnya kita makan siang.
Kita makan siang di rumah Pak Narman, salah satu pemuda Baduy yang aktif mempromosikan budaya dan tenun Baduy.
Menu makan siang kali ini nasi putih, ayam goreng, sayur asem, ikan asin, tahu, tempe, lalap dan sambalnya yang enak banget. Di tambah suasana makan di teras rumah dan pemandangan sungai yang tidak jauh dari sana.
Setelah makan dan istirahat sebentar, kami sudah harus jalan kembali, menuju Kampung Gajeboh.
Kami juga mampir sebentar ke Ibu Penenun Tas Anyaman Koja. Tas anyaman koja ini, juga banyak dibuat oleh laki-laki Kampung Baduy, dikerjakan pada malam hari, sepulangnya dari bertani.
Tas koja, terbuat dari kulit kayu pohon teureup, yang terdapat di hutan sekitar Baduy.
Kulit pohon dijemur dan kemudian dijadikan benang serabut, sebagai bahan dasar membuat tas.
Kampung Gajeboh ini, merupakan salah satu kampung yang tertua di Baduy Luar. Dimana terdapat
Rumah Ketua Adat, yang mengurusi 3 kampung terdekat.
Di Kampung Gajeboh juga terdapat Jembatan Bambu. Yang disusun apik, melintang kokoh, menghubungkan 2 sisi sungai Ciujung, dengan ketinggian sekitar 6 meter.
Semua bahan utama ini berasal dari bambu. Tiang penyangga terbuat dari bambu besar.
Sebagai pengikat jembatan, orang Baduy memanfaatkan pilinan ijuk yang didapatkan dari pohon enau.
Di seberang sungai, terdapata deretan Lumbung Padi (Leuit).
Tempat penyimpanan hasil bumi padi atau biasa disebut leuit oleh warga suku Baduy merupakan simbol ketahanan pangan bagi suku Baduy Dalam maupun Baduy Luar. Ketahanan pangan sangat penting mengingat hubungan dengan dunia luar yang dibatasi. Oleh karena itu, orang Baduy berusaha untuk memenuhi kebutuhan secara mandiri.
Dari Kampung Gajeboh, kita jalan balik menuju Kampung Ciboleger.Trek pulang di rasa lebih berat, karena cuaca hujan, yang membuat jalan tanah dan batu menjadi lebih licin.
2 jam kemudian, kami tiba kembali di Kampung Ciboleger. Setelah menghangatkan diri dengan teh panas dan berganti baju, kami juga mengadakan sedikit kegiatan berbagi dan menyerahkan sumbangan poster, buku gambar, pensil warna & kertas origami, untuk anak-anak Baduy.
Setelah itu, kami kembali ke Jakarta.
Ditengah hari-hari dan rutinitas yang penuh dengan kesibukan, perdebatan, jadwal rapat, materi rapat, deadline yang bertumpuk, gadget yang tidak bisa lepas, prestise, tekhnologi yang canggih dan juga jam kerja yang dirasa tidak pernah cukup…
Hari itu, kami belajar tentang kesahajaan, kesederhanaan, kejujuran dan apa adanya.
Bahwa bahagia itu sederhana, sesederhana perempuang-perempuan Baduy yang menjalani hari-harinya dengan menenun di teras rumah, saat pekerjaan rumah dan mengurus anak telah selesai disetiap paginya….
Jangan lupa bahagia…untuk seluruh perempuan Indonesia …